makalah hukum
internasional
disusun oleh:
R. ALI MAHDUM Davir
sma negeri 2 sampang
TAHUN PELAJARAN
2012/2013
MAKALAH
HUKUM INTERNASIONAL
PENDAHULUAN
Persoalan mengenai hukum internasional selalu memberikan kesan
yang menarik untuk di bahas. Topik ini senantiasa memberikan daya tarik yang
tinggi pada setiap orang. Secara teori hukum internasional mengacu pada
peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan Negara-negara dan
kesatuan lain yang pada suatu saat akan diakui mempunyaikepribadian
internasional, seperti misalnya organisasi internasional dan individu, dalam
hal hubungan satu dengan yang lainnya.
Negara-negara perlu hidup bersama-sama. Hukum
internasional disusun dan lahir karena kebutuhan dan dirancang untuk mencapai ketertiban
dan perdamaian dunia. Suatu sistem yang bertujuan untuk men-cap suatu negara
sebagai “bersalah” dan negara lain sebagai “tidak bersalah” dan partisiapasi
utama dari sistem hukum internasional yaitu negara-negara yang semuanya
diperlakukan sebagai pemilik kedaulatan yang sama.[1]
Hubungan-hubungan
internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik. Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di
antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa.
Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam,
kerusakan lingkungan, perdagangan, dll. Manakala hal demikian itu terjadi,
hukum internasional memainkan peranan yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.
Seiring
perkembangan zaman, hukum internasional juga terus berkembang. Sejak pergaulan internasional makin meningkat
menjelang abad 19 hukum internasional telah menjadi suatu sistem universil dan
pada abad 20 telah merupakan suatu perluasan yang tidak ada tandingannya.
Upaya-upaya penyelesaian
terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting di masyarakat
internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan
hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian
dan keamanan internasional.
Hal itulah
yang sangat menarik untuk kita amati, bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan oleh
hukum internasional dalam menegakkan keadilan demi tercapainya perdamaian
dunia.
2. Rumusan Masalah
Adapun inti dari permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah:
a. Apa itu hukum internasional?
b. Bagaimana perkembangan hukum
internasional saat ini?
c. Bagaimana peran hukum
internasional terhadap perdamaian dunia?
3. Metode Penulisan
Metode
yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah metode penulisan referensi dan
pembahasan. Yang mana penulis menggunakan banyak literature dalam penulisan
makalah ini, seperti buku-buku, internet, dan sumber-sumber lain. Dalam
penulisan makalah ini penulis juga melakukan pembahasan mengenai apa-apa saja
yang perlu di ambil dan di jadikan referensi.
Dalam
pembahasan penulis menyaring semua informasi yang ada dan merangkumnya menjadi
sebuah makalah yang utuh dan lengkap. Metode penulisan yang penulis gunakan ini
memiliki kelebihan dari metode-metode yang lain karena selain sederhana, metode
ini juga paling mudah untuk di mengerti dan diolah
karena sumbernya berasal dari buku-buku.
4. Tujuan dan Manfaat
4.1
Tujuan
Tujuan disusunya makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Sistem Hukum Indonesia” yang diberikan kepada Penulis serta agar mahasiswa
sebagai generasi penerus bangsa dapat melihat bagaimana kenyataan dari penegakan
hukum internasional pada saat ini.
4.2 Manfaat
Sedangkan manfaat dari makalah ini diharapkan
:
1. Memberikan
suatu gambaran mengenai konsep dasar hukum internasional dan peran-peran
yang terdapat didalamnya,
2. Memberi
gambaran bagaimana hukum internasional sekarang ini,
3. Menaruh minat dan mendorong pembaca terutama
mahasiswa untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan terhadap hukum internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hakikat Hukum Internasional
Pada umumnya hukum internasional
diartikan sebagai himpunan peraturan-peraturan dan ketetntuan-ketentuan yang
mengikat serta mengatur hubungan antara negara-negara dan subjek-subjek hukum
lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional. Definisi hukum internasional
yang diberikan oleh para pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu seperti oppenheim dan brierly, terbatas
pada negara sebagi satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek hukum
lainnya.
Namun dengan perkembangan pesat ilmu
pengetahuan dan teknologi pada paruh kedua abad 20 dan pola hubungan
internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga
hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi
internasional, kelompok-kelompok supranasional, dan gerakan-pembebasan
pembebasan nasional. Bahkan, dalam hal tertentu, hukum internasional juga
diberlakukan terhadap individu-individu dalam hubungannya dengan negara-negara.
Sedangkan
menurut pendapat Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H. Hukum
Internasional adalah keseluruhan kaidah – kaidah dan asas – asas hukum dan
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas – batas negara yaitu
hubungan internasional yang tidak bersifat perdata.
Selain itu
hukum Internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang untuk
sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang
terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati dan karenanya
benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain,
dan meliputi juga:
a. Kaidah-kaidah hukum yang
berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi
internasional, hubungan-hubungan antara mereka satu sama lain, dan hubungan
mereka dengan negara-negara dan individu-individu,
b. Kaidah-kaidah hukum tertentu
yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak
dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat
internasional. [2]
Berdasarkan
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas
berskala internasional atau merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan Negara serta
negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara
satu sama lain.[3]
2. Sejarah dan Perkembangan Hukum Internasional
Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal
eksisitensinya, yaitu pada zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal
dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang
berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan
bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga
dikenal sebagai Law of Nations (Inggris).
Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat
pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang
mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak saat
itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau
territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi
semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan
kaidah-kaidah hukum internasional.
Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh
karya-karya tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu
golongan Naturalis dan golongan Positivis.
Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua
sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari
prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat
ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat. Golongan
Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari
ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau
Grotius, Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis.
Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur
hubungan antar negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan
atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan
bersama antara negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan
kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques
Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi
c’est l’expression de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan
kehendak bersama. Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain
Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan Emerich de Vattel
Pada abad 19, hukum internasional berkembang
dengan cepat, karena adanya faktor-faktor penunjang, antara lain : (1) Setelah
Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji untuk selalu menggunakan
prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain, (2).Banyak dibuatnya
perjanjian-perjanjian (law-making treaties) di bidang perang,
netralitas, peradilan dan arbitrase, (3). Berkembangnya perundingan-perundingan
multilateral yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.
Di abad 20, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat
pesat, karena dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: (1). Banyaknya
negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya
hubungan antar negara, (2). Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang
mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar
negara di berbagai bidang, (3). Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional
yang dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat global, (4). Bermunculannya
organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa dan
berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan Khusus dalam kerangka
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam
berbagai bidang. Hukum internasional telah merupakan satu perluasan yang tidak
ada tandingannya.
3. Sumber-sumber Hukum Internasional
Pada dasarnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber
hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam
arti materiil adalah sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi
substansi dari pembuatan hukum itu sendiri.
Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas
bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa
sajakah hukum itu tampak dan berlaku. Dalam bentuk atau wujud inilah dapat
ditemukan hukum yang mengatur suatu masalah tertentu.
Sumber hukum internasional
dapat diartikan sebagai:
a. Dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional;
b. Metode penciptaan hukum internasional;
c. Tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang
dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14)
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional,
sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili
perkara, adalah:
a. Perjanjian internasional (international conventions), baik
yang bersifat umum, maupun khusus;
b. Kebiasaan internasional (international
custom);
c. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang
diakui oleh negara-negara beradab;
d. Keputusan pengadilan (judicial decision)
dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber
hukum internasional tambahan. (Phartiana, 2003; 197)
4. Peranan Hukum Internasional terhadap ketertiban Dunia
Pada dasarnya peran hukum internasional lebih banyak tertuju pada
cara-cara untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam ruang lingkup
internasional. Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara tidak
selamanya terjalin dengan baik. Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di
antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa.
Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam,
kerusakan lingkungan, perdagangan, dll. Manakala hal demikian itu terjadi,
hukum internasional memainkan peranan, yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.
Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian
yang cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20.
Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan hubungan-hubungan antara negara
yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional.
Dewasa ini ada beberapa peran yang hukum internasional dapat
mainkan dalam menyelesaikan sengketa:
1. Pada prinsipnya hukum internasional
berupaya agar hubungan-hubungan antar negara terjalin dengan persahabatan
(friendly relations among States) dan tidak mengharapkan adanya persengketaan;
2. Hukum internasional memberikan
aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang bersengketa untuk menyelesaikan
sengketanya;
3. Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan
yang bebas kepada para pihak tentang cara-cara, prosedur atau upaya yang
seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya; dan
4. Hukum internasional modern semata-mata hanya
menganjurkan cara penyelesaian secara damai; apakah sengketa itu sifatnya antar
negara atau antar negara dengan subyek hukum internasional lainnya. Hukum
internasional tidak menganjurkan sama sekali cara kekerasan atau peperangan.
Perang telah digunakan negara-negara untuk memaksakan hak-hak dan
pemahaman mereka mengenai aturan-aturan hukum internasional. Perang bahkan
telah telah pula dijadikan sebagai salah satu wujud dari tindakan negara yang
berdaulat. Bahkan para sarjana masih menyadari adanya praktek negara yang masih
menggunakan kekerasan atau perang untuk menyelesaikan sengketa dewasa ini.
Sebaliknya, cara damai belum dipandang sebagai aturan yang dipatuhi dalam
kehidupan atau hubungan antar negara. Pada umumnya metode penyelesaian sengketa
internasional digolongkan dalam dua kategori yaitu :
4. 1. Cara-cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai atau
Bersahabat.
a. Negoisasi
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan
yang paling tua digunakan oleh umat manusia.
Penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling penting. Banyak
sengketa diselesaikan setiap hari oleh negosiasi ini tanpa adanya publisitas
atau menarik perhatian publik. Alasan utamanya
adalah karena dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur penyelesaian
sengketanya dan setiap penyelesaiannya didasarkan pada kesepakatan atau
konsensus para pihak
Negosiasi dapat dilangsungkan melalui
saluran-saluran diplomatik pada konperensi-konperensi internasional atau dalam
suatu lembaga atau organisasi internasional.
b. Pencarian Fakta (fact finding)
Metode penyelesaian sengketa ini digunakan untuk mencapai
penyelesaian sebuah sengketa dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan
untuk mencari dan mendengarkan semua bukti-bukti yang bersifat internasional,
yang relevan dengan permasalahan.
Tujuan dari pencari fakta (Fact Finding) yang paling utama adalah
memberikan laporan kepada para pihak mengenai fakta yang ada. Sedangkan
tujuan lain dari penyelesaian sengketa internasional dengan cara pencari fakta
yaitu :
1) Membetuk suatu dasar bagi penyelesaian
semgketa antar dua negara
2) Mengawasi pelaksanaan suatu perjanijian internasional.
3) Memberikan informasi guna membuat putusan
ditingkat internasional
Dasar hukum yang dipakai dalam fact finding adalah pasal 9 sampaim
dengan 36 haque convention on the pacific settlement of disputes tahun 1899 dan
1907..
c. Good Offices (Jasa-jasa
Baik)
Jasa-jasa baik adalah suatu cara penyelesaian sengketa melalui
pihak bantuan pihak yang ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak
menyelesaikan sengketanya dengan negoisasi. Fungsi dari jasa-jasa baik yang
paling utama adalah memperemukan para pihak agar mereka mau bertemu, duduk
bersama dan bernegoisasi atau dikenal dengan nama fasilisator.
Keikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa dapat dua
macam yaitu atas permintaan para pihak atau inisiatif pihak ketiga sendiri yang
menawarkan jasa-jasa baiknya guna menyelesaiakan sengketa. Dalam kedua cara
ini, syarat mutlak yang harus ada adalah kesepakatan para pihak.
d. Mediasi
Yang menjadi pihak ketiga ini organisasi
internasional, negara ataupun individu. Pihak ketiga ini dalam sengketa ini
dinamakan mediator. Biasanya ia dengan kapasitasnya sebagai pihak yang
netral berupa mendamaikan para pihak dengan memberikan saran penyelesaian
sengketa
Fungsi utamanya adalah mencari solusi
(penyelesaian) mengidentifikasi, hal-hal yang dapat disepakati para pihak serta
membuat usulan-usulan yang dapat mengakhiri sengketa, informal, dan bersifat
aktif. Dalam proses negoisasi sesuai dengan pasal 3 dan 4 haque convention on the pacific settlement of disputes (1907) yang menyatakan bahwa usulan-usulan yang diberikan mediator
janganlah dianggap sebagai suatu tindakan yang bersahabat terhadap suatu pihak
(yang merasa merugikan).
e. Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih
formal dibandingkan mediasi. Biasanya konsiliasi ini berbentuk badan konsiliasi
yang dibentuk oleh para pihak melalui perjanjian. Komisi ini berfungsi untuk
menetapkan persyaratan-persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak,
sehingga lebih formal atau luas karena ada aturan dan ada lembaga atau
lembaganya.
. Para pihak mendengarkan keterangan lisan para pihak dan dapat
diwakkili oleh kuasanya. Hasil fakta-fakta yang diperoleh konsilator (sebutan
dari konsiliasi) menyerahkan laporannya kepada para pihak dengan kesimpulan dan
usulan-usulannya, dan putusannya tidak mengikat karena diterima atau tidaknya
usulan tersebut tergantung sepenuhnya kepada para pihak.
f. Arbitrasi
Biasanya arbitase menunjukkan pada prosedur yang persis sama
sebagaimana dalam hukum nasional yaitu menyerahkana sengketa kepada orang-orang
tertentu yang dinamakan arbitrator, yang dipilih bebas oleh para pihak.
Arbitasi adalah suatu institusi yang sudah cukup tua tetapi sejarah baru
mencatatat pada tahun 1797, pada kasus jay treaty antara inggris dan amerika.
Yang mengatur joint mixed commission. Yang menyesaikan sengketa beberapa
peerselisihan tertentu yang tidak dapat diselesaikan selama perundingan di
traktat tersebut.suatu langkah penting telah diambil dalam pada tahun 1899
ketika konferensi the haque tidak hanya mengkodifikasi hukum arbitatrase tetapi
menjadikan landasan bagi pembentukan permanent court arbitration.
Lembaga PCA tidak bersifat “tetap” pun bukan sebuah pengadilan.
Permanent court of arbitration sendiri tidak memiliki yurisdiksi yang spesifik.
Sehingga hanya 20 kasus yang ditangani abtara lain muscat dhowe case 1905
antara inggris dan perancis danNorth Atlantic Coast fisheries case 1910 antar
inggris dan amerika serikat. Meskipun ada kekurangan yang nyata menurut Hakim
Manly O. Hudson, permanent court arbitration merupakan suatu metode dan suatu
prosedur. Arbitrasi pada haikaknnya adalah suatu
prosedur konsensus, artinya negara-negara tidak dapat dipaksa untuk dibawa
dimuka arbitrase kecuali mereka setuju untuk melakukan hal tersebut.
Pada tahun 1966 bank dunia mendirikan badan ICSID (international
Centre for the Settlement of Investment Disputes). Terbentuknya Konvensi adalah
sebagai akibat dari situasi perekonomian dunia pada waktu1950-1960-an yaitu
Khususnya dikala beberapa negara berkembang menasionalisasi atau
mengekspropriasi perusahaan-perusahaan asing yang berada di dalam wilayahnya.
Di antara kasus-kasus nasionalisasi yang langsung mempengaruhi dan
menggerakkan Bank Dunia membentuk Konvensi ini adalah kasus nasionalisasi
perusahaan-perusahaan Perancis di Tunisia. Kasus ini bermula dengan tindakan
DPR Tunisia (the Tunisian National Assembly) yang mengeluarkan UU Nasionalisasi
tanahtanah milik orang asing (khususnya Perancis) pada tanggal 10 Mei 1964.
Negara-negara yang bisa menjadi anggota konvensi ICSID adalah
setiap anggota Bank Dunia. Namun negara-negara bukan anggota Bank Dunia dapat
menjadi anggota konvensi asal negara tersebut adalah anggota pada Statuta
Mahkamah Internasional. Sampai 1993, 105 negara telah menjadi anggota pada konvensi
ini. ICSID dikelola oleh suatu administrative Council (Dewan Administratif).
Setiap negara peserta konvensi memiliki seorang wakil dan memiliki satu suara.
Dewan ini memiliki ketua ex officio, yaitu Presiden Bank Dunia. Badan utama
struktur organisasi ICSID adalah Secretary General (Sekjen). Ia berfungsi
sebagai registrar (pendaftar atau panitera). ICSID menyimpan daftar nama untuk
dicantumkan ke dalam suatu panel arbitrase atau konsiliasi. Setiap negara
peserta konvensi dapat menunjuk 4 orang arbitrator atau konsiliator ke dalam
masing-masing daftar panel tersebut. Mereka dapat warganegaranya atau orang
asing. Ketua Dewan Admintratif dapat menunjuk 10 orang pada masing-masing
panel.
Contoh lain dalam sengketa di ICSID ini adalah sengketa antara KPC
dan pemerintah Kaltim, Pemprov Kaltim telah mencabut gugatan sengketa divestasi
melalui ICSID pada 2008 saat era Gubernur Kaltim Yurnalis Ngayoh. Dampak
pencabutan itu, Pemprov Kaltim bakal menerima kompensasi senilai Rp 285 miliar,
tetapi hingga kini belum dibayar KPC.
g. Penyelesaian Yudisial.
Penyelesaiaan yudisial berarti suatu penyelesaian yang dihasilkan
melalui suatu yang penagdilan internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya,
dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum. Salah satunya “organ umum” untuk
penyelesaian yudisial yang saat ini tersedia dalam masyarakat
inetrnasional adalah International Court of justice di the Haque yang menggantikan dan melanjutkan kontinuitas Permanent Court of International Justice. Pengukuhan lembaga ini dilaksanakan pada tanggal 18 april 1946
oleh dewan majelis PBB.
Intenational Court of justice dibentuk berdasarkan Bab IV (pasal
92-96) Charter PBB yang dirumuskan di san fransisico pada tahun 1945. Mahkamah
Internasional terdiri dari 15 hakim, dua merangkap ketua dan wakil ketua, masa
jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut dari warga Negara anggota yang dinilai
cakap di bidang hukum internasional. Lima berasal dari Negara anggota tetap
Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia, Amerika serikat, Inggris dan Prancis.
Fungsi Mahkamah Internasional Adalah menyelesaikan kasus-kasus
persengketaan internasional yang subyeknya adalah Negara. Ada 3 kategori
Negara, yaitu :
1) Negara anggota PBB, otomatis dapat mengajukan
kasusnya ke Mahkamah Internasional.
2) Negara bukan anggota PBB yang menjadi wilayah
kerja Mahkamah intyernasional. Dan yang bukan wilayah kerja Mahkamah
Internasional boleh mengajukan kasusnya ke Mahkamah internasional dengan syarat
yang ditentukan dewan keamanan PBB
3) Negara bukan wilayah kerja (statute) Mahkamah
internasional, harus membuat deklarasi untuk tunduk pada ketentuan Mahjkamah
internasional dan Piagam PBB.
ICJ merupakan salah satu dari 6 organ utama PBB. Namun badan ini
memiliki kedudukan khusus dibandingkan 5 organ utama lainnya. ICJ atau Mahkamah
tidak memiliki hubungan hierarkhis dengan badan-badan utama PBB lainnya. Ia
benar-benar lembaga hukum dalam sebagai suatu pengadilan. Ia bukan pula
pengadilan konstitutsi (Constitutional Court) yang memiliki kewenangan
untuk meninjau (mereview) putusan-putusan politis yang dibuat oleh Dewan
Keamanan. Ia menggunakan nama resmi ICJ dan tidak menggunakan simbol atau nama
PBB dalam putusannya.
kedudukan ICJ ini memang unik. Kedudukan seperti ini memang perlu
dipertahankan. Sebagai salah satu organ utama PBB, ia harus benar-benar
menunjukkan kemandiriannya sebagai suatu organ atau badan pengadilan.
Jurisdiksi Mahkamah Internasional mencakup dua hal: 1 Jurisdiksi
atas pokok sengketa yang diserahkannya (contentious jurisdiction); dan 2 non-contentious
jurisdiction atau jurisdiksi untuk memberikan nasihat hukum (advisory
jurisdiction). Tindakann perlindungan sementara ini termasuk juga ke dalam
jurisdiksi Mahkamah, yakni berada dalam ruang lingkup jurisdiksi yang disebut
incidental jurisdiction. Berdasarkan jurisdiksi ini, Mahkamah memiliki wewenang
untuk menyatakan diberlakukannya suatu tindakan-tindakan perlindungan
sementara, membolehkan suatu intervensi dan manafsirkan atau merubah suatu
putusan.
Sesuai dengan namanya, tindakan perlindungan sementara ini
berkaitan dengan perlindungan hak-hak para pihak sementara persidangan atas
pokok sengketanya sendiri sedang berlangsung Dasar hukum yang mendasari
jurisdiksi seperti ini terdapat dalam Pasal 41 Statuta ICJ.
Dasar pembenaran pemberian perlindungan ini berasal dari prinsip
hukum yang sudah mendasar yakni bahwa putusan suatu pengadilan haruslah
efektif. Karenanya, sangatlah penting bagi pengadilan untuk mencegah salah satu
atau kedua belah pihak untuk mengganggu situasi atau mencoba untuk membuat
pihak lainnya fait accompli.
4.2. Cara-cara
Penyelesaian Paksa atau Kekerasan
a. Perang dan Tindakan
bersenjata Non perang
Keseluruhan tujuan perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan
mebebankan syarat-syarat penyelesaiaan diamana negara yang ditaklukan itu tidak
memiliki alternative lain selain mematuhinya.
b. Retorsi (retorsion)
Retorsi adalah istilah teknik pembalasan dendam oleh suatu negara
terhadap tindakan-tindakan yang tidak pantas aatau tidak patut dari negara
lain, balas dendam tersebut dilakuakna dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang
tidak bersahabat didalam konferensi negara yang kehormatannya dihina: misalnya
merenggangnya hubungan diplomati anta 2 negara, pencabutan previllage
diplomatic dan lain-lain.
c. Tindakan-tindakan
Pembalasan (Repraisals)
Pembalasan adalah tindakan yang dipakai oleh negara-negara untuk
mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan melakukan
tindakan-tindakan yang besifat pembalasan. Saat ini praktek pembalasan hanya
dibenarkan, apabila negara yang dituju oleh pembalasan ini bersalah melakukan
tindakan yang sifatnya merupakan pelanggaran internasional. Contoh nyata
tindkan pembalsan, misalnya pengusiran orang-orang hungaria dari Yugoslavia
pada tahun 1935, yang merupakan balas dendam dari pembunuhan raja Alexander
dari yugoslavia.
d. Blokade
Secara Damai (pacific Blokade)
Blokade secara damai adalah suatu tindakan
yang dilakukan secara damai. Kadang-kadang dilakukan sebagi suatu pembalasan,
tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya
diblokade untuk mentaati permintaan ganti rugi kerugian yang diderita oleh
negara untuk meblokade.
Ada beberapa manfaat nyata dalam pengunaan
blokade damai. Tindakan ini merupakan cara yang jauh dari kekerasan dibanding
dengan perang dan blokade yang sifatnya fleksibel.
Berikut ini adalah beberapa contoh mengenai perana hukum
internasional (berdasarkan sumber-sumbernya) dalam menjaga perdamaian dunia.
1. Perjanjian pemanfaatan Benua Antartika secara damai pada tahun
1959
2. Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk kepentingan perdamaian pada
tahun 1968
3. Perjanjian damai Dayton (Ochio-AS) pada tahun 1995 yang
mengharuskan Serbia, Muslim Bosnia, dan Krosia mematuhinya. Untuk mengatasi
prjanjiantersebut, NATO menempatkan pasukannya guna menegakkan hukum
intgernasional yang telah disepakati.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Hukum Internasional, sebagaimana kita ketahui merupakan
keseluruhan kaidah yang sangat diperlukan untuk mengatur sebagian besar
hubungan-hubungan antar Negara-negara. Tanpa adanya kaidah ini tidak mungkin
Negara-negara didunia dapat hidup berdampingan seperti adanya saat sekarang
ini.
Memang benar bahwa pada kalangan tertentu ada kecendrungan untuk
mengecilkan makna hukum internasional, bahakan hingga taraf mempersoalkan
keberadaan dan nilai hukum internasional.
Terdapat dua alasan yang mendasari pandangan ini:
a. Pada umumnya dianut pandangan bahwa kaidah-kaidah hukum
internasional hanya ditujuan unutuk memelihara perdamaian,
b. Diabaikannya sejumlah besar kaidah yang
berbeda dengan kaiadah-kaidah yang berkenaan dengan “politik tingkat tinggi”,
yaitu masalah masalah perdamaian atau perang hanya sedikit yang mendapat
publisitas,[4]
Pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan perang atau konflik-konflik
agresi dan ketidakberdayaan hukum internasional untuk menanggulangi
persoalan-persoalan seperti pelucutan senjata , terorisme internasional dan
perdagangan senjata-senjata konvensional cenderung mendapat perhatian yang
tidak memuaskan dan dari inilah umum mengambil kesimpulan yang keliru mengenai
tidak berfungsinya sama sekali hukum internasional. Bagaimanapun
juga eksistensi dari hukum internasional itu sendiri tidak bisa dilupakan
begitu saja.
Dari uraian sebelumnya dapat diatarik
kesimpulan bahwa peranan hukum internasional terutama dalam penyelesaian
sengketa internasional dan terciptanya perdamaian dunia ada 4 macam yaitu antara lain :
1. Pada prinsipnya hukum internasional berupaya
agar hubungan-hubungan antar negara terjalin dengan persahabatan (friendly
relations among States) dan tidak mengharapkan adanya persengketaan;
2. Hukum internasional memberikan aturan-aturan
pokok kepada negara-negara yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
3. Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan
yang bebas kepada para pihak tentang cara-cara, prosedur atau upaya yang
seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya; dan
4. Hukum internasional modern semata-mata hanya
menganjurkan cara penyelesaian secara damai; apakah sengketa itu sifatnya antar
negara atau antar negara dengan subyek hukum internasional lainnya. Hukum
internasional tidak menganjurkan sama sekali cara kekerasan atau peperangan.
Hadirnya lembaga-lembaga atau mekanisme penyelesaian sengketa yang
diciptakan oleh masyarakat internasional pada umumnya ditujukan untuk suatu
maksud utama, yakni memberi cara mengenai bagaimana seharusnya sengketa
internasional diselesaikan secara damai.
Peran hukum internasional dalam penyelesaian sengketa ini cukup
penting. Hukum internasional tidak semata-mata mewajibkan penyelesaian secara
damai, hukum internasional ternyata pula memberi kebebasan seluas-luasnya
kepada negara-negara untuk menerapkan atau memanfaatkan mekanisme penyelesaian
sengketa yang ada baik yang terdapat dalam Piagam PBB, perjanjian atau konvensi
internasional yang negara-negara yang bersengketa telah mengikatkan dirinya.
Semua ini menunjukkan dan memperkuat tujuan akhir dari hukum internasional
mengenai penyelesaian sengketa ini yaitu penyelesaian secara damai dan tidak
menghendaki penyelesaian secara kekerasan (militer).
Hukum Internasional yang bertugas mengatur segala macam interaksi
tersebut telah dituntut untuk berperan lebih aktif demi terlaksananya hubungan
dan kerjasama antarbangsa yang harmonis serta terpeliharanya keterlibatan,
perdamaian dan keamanan dunia.
2. Saran
Keberadaan hukum internasional sangat dirasakan demi tercapainaya
ketertiban dunia. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa dewasa ini ketegasan
dari hukum internasional sudah mulai melemah seiring berkembangnya
kekuatan-kekuatan yang terpusat pada beberapa negara tertentu.
Sebagai generasi penerus yang akan menjalankan tugas-tugas
pemerintahan pada masa akan datang, sangat diharapkan keseriusan dari semua
pihak khususnya mahasiswa untuk kritis terhadap isu-isu, baik yang terjadi di
dalam maupun diluar negeri ini, apalagi menyangkut pelaksanaan dari hukum
internasional yang semakin hari semakin melemah pengimplementasiannya demi
tercapainya perdamaian dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar